Powered By Blogger

Selasa, Juli 22, 2008

My_Skripsi

­BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik. Selain itu pendidikan juga merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas SDM baik fisik, mental maupun spiritual. Sejalan dengan konsep pendidikan yang dicanangkan oleh PBB bahwa pendidikan ditegakan oleh 4 pilar, yaitu lern to know, learn to do, learn to live together dan learn to be. Pilar pertama dan kedua lebih diarahkan untuk membentuk sense of having yaitu bagaimana pendidikan dapat mendorong terciptanya sumber daya manusia yang memiliki kualitas di bidang ilmu pengetahuan dan ketrampilan agar dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, sehingga mendorong sikap proaktif, kreatif dan inovatif ditengah kehidupan masyarakat. Sementara pilar ketiga dan keempat diarahkan untuk membentuk karakter bangsa atau sense of being, yaitu bagaimana harus terus menerus belajar, dan membentuk karakter yang memiliki integritas dan tanggung jawab serta memiliki komitmen untuk melayani sesama. Sense of being ini penting karena sikap dan perilaku seperti ini akan mendidik siswa untuk belajar saling memberi dan menerima serta belajar untuk menghargai serta menghormati perbedaan atas dasar kesetaraan dan toleransi (Upik : 2005). Dengan diberlakukanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di sekolah baru-baru ini menuntut siswa untuk bersikap aktif, kreatif dan inovatif dalam menanggapi setiap pelajaran yang diajarkan. Setiap siswa harus dapat memanfaatkan ilmu yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari, untuk itu setiap pelajaran selalu dikaitkan dengan manfaatnya dalam lingkungan sosial masyarakat. Sikap aktif, kreatif, dan inovatif terwujud dengan menempatkan siswa sebagai subyek pendidikan. Peran guru adalah sebagai fasilitator dan bukan sumber utama pembelajaran. Untuk menumbuhkan sikap aktif, kreatif dan inovatif dari siswa tidaklah mudah. Fakta yang terjadi adalah guru dianggap sumber belajar yang paling benar. Proses pembelajaran yang terjadi memposisikan siswa sebagai pendengar ceramah guru. Akibatnya proses belajar mengajar cenderung membosankan dan menjadikan siswa malas belajar. Sikap anak didik yang pasif tersebut ternyata tidak hanya terjadi pada mata pelajaran tertentu saja tetapi pada hampir semua mata pelajaran termasuk metematika. Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran metematika dapat diukur dari keberhasilan siswa yang mengikuti kegiatan tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi serta prestasi belajar siswa. Semakin tinggi pemahaman dan penguasaan materi serta prestasi belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Namun dalam kenyataannya dapat dilihat bahwa prestasi belajar matematika yang dicapai siswa masih rendah. Berkaitan dengan masalah tersebut, pada pembelajaran matematika juga ditemukan keragaman masalah sebagai berikut : 1) keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran masih belum nampak, 2) para siswa jarang mengajukan pertanyaan, walaupun guru sering meminta agar siswa bertanya jika ada hal-hal yang belum jelas, atau kurang paham, 3) keaktifan dalam mengerjakan soal-soal latihan pada proses pembelajaran juga masih kurang dan 4) kurangnya keberanian siswa untuk mengerjakan soal didepan kelas. Hal ini menggambarkan efektifitas belajar mengajar dalam kelas masih rendah. Dalam pengajaran matematika diharapkan siswa benar-benar aktif. Sehingga akan berdampak pada ingatan siswa tentang apa yang dipelajari akan lebih lama bertahan. Suatu konsep mudah dipahami dan diingat oleh siswa bila konsep tersebut disajikan melalui prosedur dan langkah-langkah yang tepat, jelas dan menarik. Keaktifan siswa dalam belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. Salah satu kegiatan pembelajaran yang menekankan berbagai kegiatan tindakan adalah menggunakan pendekatan tertentu dalam pembelajaran, karena suatu pendekatan dalam pembelajaran pada hakikatnya merupakan cara yang teratur dan terpikir secara sempurna untuk mencapai suatu tujuan pengajaran dan untuk memperoleh kemampuan dalam mengembangkan efektifitas belajar yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik. Pendekatan ini merupakan peran yang sangat penting untuk menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran yang diinginkan. Untuk mengantisipasi masalah tersebut yang berkelanjutan maka perlu dicarikan formula pembelajaran yang tepat, sehingga dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika. Para guru yang peduli dengan masalah ini terus berusaha menyusun dan menerapkan berbagai model yang variasi agar siswa tertarik dan bersemangat dalam belajar matematika. Salah satunya dengan menerapkan Improving Learning dengan menggunakan teknik Inquiry. Hakikat Improving Learning adalah pembelajaran dengan menggunakan penekanan pada proses pembentukan suatu konsep dan memberikan kesempatan luas kepada siswa berperan aktif dalam proses tersebut. Adapun solusi yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan teknik Inquiry, karena dalam inquiry siswa dilatih untuk selalu bertanya, bermula dari pertanyaan siswa menentukan strategi atau cara menjawab. Akhirnya ditemukan jawaban dari pertanyaannya sendiri. Dalam menyelesaikan permasalahan siswa harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan berhubungan serta mereka harus melaporkan hasil-hasil temuanya baik secara lisan maupun tertulis. Kemudian mereka membandingkan hasil temuanya itu dengan yang ditemukan oleh siswa lain dan kemudian mengambil keputusan dari temuan-temuan tersebut. Untuk menerapkan pendekatan ini guru harus betul-betul berpikir dan berperilaku yang memfasilitasi karena siswa dituntut untuk dapat membuat identifikasi apa yang akan dipelajari. Guru membantu siswa dalam membuat pertanyaan, menentukan strategi mengumpulkan informasi dan mengolah informasi (Ayub : 2005). Dengan Improving Learning banyak siswa akhirnya menemukan banyak hal menarik yang kita temukan dalam mempelajari matematika, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Implementasi Improving Learning dengan teknik inquiry sebagai usaha untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika. B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan bahwa keberhasilan pembelajaran matematika tidak hanya ditentukan oleh kemampuan guru serta tercapainya materi pembelajaran melainkan keaktifan siswa secara langsung juga sangat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran matematika. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar masih belum nampak. Misalnya, siswa enggan mengajukan pertanyaan jika ada suatu hal yang belum jelas, siswa hanya akan menjawab pertanyaan jika ditunjuk oleh guru, siswa kurang aktif dalam mengerjakan latihan-latihan soal sendiri, siswa kurang aktif dalam menanggapi jawaban temannya yang dirasa kurang tepat dan kurangnya keberanian siswa untuk mengerjakan soal-soal di depan kelas. Hal-hal tersebut secara tidak langsung menyebabkan hasil belajar matematika relatif masih rendah. C. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih mendalam maka diperlukan pembatasan masalah. Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah kurangnya keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar matematika. Peran aktif siswa dapat ditingkatkan melalui implementasi improving learning dengan teknik inquiry, yaitu suatu cara penyampaian pelajaran dengan melibatkan siswa dalam proses mental dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, dan membuat kesimpulan. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dikhususkan pada keberanian siswa untuk bertanya, keberanian siswa dalam menjawab pertanyaan, keberanian siswa dalam memberi tanggapan, keaktifan siswa untuk mengerjakan latihan-latihan soal yang diberikan dan yang paling penting adalah mengkomunikasikan jawaban kepada temannya dengan maju didepan kelas. D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut diatas, maka rumusan secara umum dari penelitian ini yaitu, “Apakah implementasi improving learning dengan teknik inquiri dapat meningkatkan keaktifan siswa yang secara tidak langsung juga akan meningkatkan hasil belajar siswa ?”. Dari permasalahan umum ini dapat dirinci menjadi dua permasalahan khusus, yaitu : 1. Apakah implementasi improving learning dengan teknik inquiry dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran? 2. Apakah peningkatan peran aktif siswa dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa? E. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini ditujukan untuk menganalisis dan menguji apakah implementasi improving learning dengan teknik inquiry dapat meningkatkan keaktifan siswa yang secara langsung juga akan meningkatkan hasil belajar siswa. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis dan menguji peningkatan keaktifan siswa melalui Improving Learning dengan teknik inquiry. 2. Menganalisis dan menguji peran aktif siswa dalam meningkatkan hasil belajar melalui Improving Learning dengan teknik inquiry. F. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini penulis berharap semoga hasil penelitian dapat memberikan manfaat konseptual utamanya kepada pembelajaran matematika. Disamping itu juga kepada penelitian peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran matematika SMP. 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut : a. Sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika melalui penerapan Improving Learning dengan teknik inquiry. b. Sebagai pijakan untuk mengembangkan penelitian-penelitian yang menggunakan pendekatan Improving Learning. c. Bagi siswa agar meningkatkan hasil belajar matematika. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut : a. Bagi penulis, dapat memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan pembelajaran matematika melalui Improving Learning terutama dengan menggunakan teknik inquiry. b. Bagi guru, dapat digunakan sebagai bahan masukan khususnya bagi guru kelas VIII tentang suatu alternatif pembelajaran matematika dalam student centered untuk meningkatkan keaktifan belajar matematika siswa dengan Improving Learning. c. Bagi siswa terutama sebagai subyek penelitian, diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung mengenai adanya kebebasan dalam belajar matematika secara aktif, kreatif dan menyenangkan melalui kegiatan penyelidikan sesuai perkembangan berpikirnya. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang tinjauan pustaka, kajian teori, kerangka pemikiran, dan perumusan hipotesis. Tinjauan pustaka merupakan uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan. Kajian teori yang dipaparkan adalah teori-teori yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian yang akan dibahas beserta indikator-indikatornya. Kerangka berfikir akan membahas tentang landasan teori dan hipotesis akan berhubungan antar semua variabel dalam penelitian yang akan mengulas tentang jawaban sementara dari tindakan-tindakan yang akan dilakukan dengan hasil yang diharapkan. A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai strategi pembelajaran lebih cenderung merupakan penelitian aspek psikologi dari suatu sistem atau struktur. Banyak penelitian yang dilakukan dalam rangka penelitian kualitas pembelajaran, diantaranya adalah : Dalam penelitian Wahyu Widyastuti (2003) menyimpulkan bahwa (1) ada dampak yang berarti antara metode mengajar guru terhadap prestasi belajar matematika, (2) ada dampak yang berarti antara aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika, (3) tidak ada dampak yang berarti antara metode mengajar guru dengan aktivitas belajar dalam mempengaruhi prestasi belajar matematika. Euis Eti Rohaeti (2004) dalam skripsinya menyimpulkan bahwa (1) pemahaman matematik siswa yamg pembelajarannya menggunakan metode Improve lebih baik dari pada yang menggunakan cara biasa, (2) kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan metode Improve lebih baik dari pada yang menggunakan cara biasa, (3) terdapat kaitan (asosiasi) yang cukup antara pemahaman matematik dan kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol data tidak mendukung adanya kaitan (asosiasi) antara pemahaman matematik dan kemampuan komunikasi matematik, Siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan metode Improve lebih aktif dari pada yang yang menggunakan cara biasa, (4) sikap siswa terhadap pembelajaran dengan metode Improve secara keseluruhan positif. Subandriyo (2006) dalam tesisnya juga menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara prestasi belajar siswa yang diajar dengan metode inquiry dengan kelompok siswa yang diajar dengan metode konvensional, selain itu juga menyimpulkan bahwa terdapat interaksi antara metode inquiry dan sikap percaya diri siswa dalam mempengaruhi prestasi belajar matematika. Kemudian yang terakhir adalah hasil analisis dari penelitian Sularmi (2006). Di dalam tesisnya beliau menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh penerapan metode inquiry-discovery dan konvensional terhadap prestasi belajar IPA serta adanya pengaruh interaksi antara metode (inquiry-discovery dan konvensional) dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar IPA. Tabel 2.1 Perbedaan variabel-variabel yang diteliti No Variabel Peneliti Improve Learning Teknik inquiri Keaktivan siswa Prestasi Pembelajaran Matematika 1 Wahyu Widyastuti √ √ √ √ 2 Euis Eti Rohaeti √ √ √ 3 Subandriyo √ √ √ 4 Sularmi √ √ 5. Hema Nur Farida √ √ √ √ √ Penelitian-penelitian tersebut dijadikan sebagai tinjauan pustaka karena dalam penelitian Wahyu Widiyastuti menyatakan bahwa metode yang digunakan oleh guru untuk mengajar dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar. Sedangkan Euis Eti Rohaeti manyatakan bahwa metode improve lebih baik dari pada metode konvensional dalam hal kemampuan komunikasi siswa. Penelitian Subandriyo membuktikan bahwa metode inquiry memiliki keefektivan dalam pembelajaran matematika sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sularmi menyatakan bahwa metode inquiry berpengaruh positif terhadap prestasi belajar IPA, hal ini memberikan motivasi kepada peneliti untuk mengetahui apakah teknik inquiry juga akan berhasil jika diterapkan pada pembelajaran matematika. Dengan demikian penelitian-penelitian tersebut mendukung penelitian ini yang menekankan pada penerapan improving learning dengan menggunakan teknik inquiry sebagai usaha untuk meningkatkan keaktivan siswa dalam pembelajaran matematika. B. Tinjauan Teori Pembelajaran a. Pengertian pembelajaran Gagne (dalam Hidayat dkk 1990 : 2), belajar adalah suatu proses yang terjadi secara bertahap (episode). Episode tersebut terdiri dari informasi, transformasi, dan evaluasi. Informasi menyangkut materi yang akan diajarkan, transformasi berkenaan dengan proses memindahkan materi, dan evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan proses yang telah dilakukan oleh pembelajar dan pengajar. Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan proses aktif bagi siswa dan guru untuk mengembangkan potensi siswa sehingga mereka akan “tahu” terhadap pengetahuan dan pada akhirnya “mampu” untuk melakukan sesuatu. Prinsip dasar KBM adalah memberdayakan semua potensi yang dimiliki siswa sehingga mereka akan mampu meningkatkan pemahamannya terhadap fakta/ konsep/ prinsip dalam kajian ilmu yang dipelajarinya yang akan terlihat dalam kemampuannya untuk berpikir logis, kritis, dan kreatif ( 2006 : 1 ). Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, yaitu pengertian belajar dan kegiatan belajar mengajar, maka terdapat istilah yang relevan sesuai dengan perkembangan pendidikan sekarang yaitu proses pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun (Wikipedia : 2007). b. Beberapa model pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dan dapat dijadikan acuan pengajaran keterampilan di kelas, antara lain: 1) Model Pembelajaran Kolaborasi (Collaboration learning) Pembelajaran Kolaborasi menempatkan siswa dalam kelompok kecil dan memberinya tugas dimana mereka saling bergantung satu dengan lainnya untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan kelompok. Dukungan sejawat, keragaman pandangan, pengetahuan dan keahlian sangat membantu mewujudkan belajar kolaboratif. Metoda yang bisa diterapkan antara lain mencari informasi, proyek, kartu sortir, turnamen, tim quiz, dll. 2) Model Pembelajaran Mandiri (independent learning) Model Pembelajaran ini siswa belajar atas dasar kemauan sendiri dengan mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki dengan memfokuskan dan merefleksikan keinginan. Teknik yang bisa diterapkan antara lain apresiasi-tanggapan, asumsi presumsi, visualisasi mimpi atau imajinasi, hingga cakap memperlakukan alat/ bahan berdasarkan temuan sendiri atau modifikasi dan imitasi, refleksi karya, melalui kontrak belajar, maupun structural berdasarkan tugas yang diberikan (inquiry, discovery, recovery). 3) Model Pembelajaran Multi Model Pembelajaran multi model dilakukan dengan maksud akan mendapatkan hasil yang optimal dibanding hanya satu model. Metoda yang dikembangkan dalam pembelajaran ini adalah proyek, modifikasi, simulasi, interaktif, elaboratif, partisipatif, cooperative study (magang), integrative, produksi, demonstrasi, imitasi, eksperiensial, kolaboratif. 4) Improving learning Improving learning adalah pembelajaran yang di dalamnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif belajar dan lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkomunikasi matematika. Sifat pembelajarannya dengan “mengalami” atau dengan “melakukan”, istilah itu digunakan untuk rangkaian pendekatan belajar berdasarkan kegiatan termasuk eksperimen, main peran, metode “penemuan” dan diskusi. Pendekatan Improving Learning Piaget (dalam Hamzah, 2001 : 6) menyatakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkunganya. Improving Learning pertama kali dikembangkan oleh Derek Glover, beliau orang Amerika. Improving Learning dikembangkan di Indonesia bertujuan untuk membuat proses pembelajaran menjadi efisien, efektif dan menyenangkan atau dalam masyarakat sering dikenal dengan pembelajaran yang lebih aktif. Improving lebih menekankan pada hasil yang dicapai, bukan metode yang digunakan. Selain itu improving learning cenderung didasarkan pada keaktifan siswa. Jadi improving learning adalah model perbaikan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dan lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkomunikasi matematik. Teori belajar Improve memandang anak sebagai makhluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan. Guru yang dipandang sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, sebaiknya mengetahui tingkat kesiapan anak untuk menerima pelajaran, termasuk memilih metode yang tepat dan sesuai dengan tahap perkembangan anak. Ruseffendi (1988:133) mengemukakan tiga dalil pokok Piaget dalam kaitanya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembangan mental, yaitu (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama. (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menentukan adanya tingkah laku intelektual, dan (3) gerak melalui tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi). Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, guru seharusnya mengetahui hakikat matematika itu sendiri, hakikat anak dan cara mengajarkan matematika menurut teori yang diterapkan. Menurut teori belajar Improve, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru kepikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru (Hamzah, 2001 : 6). Teknik Inquiry Untuk melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan Improve ini digunakan teknik Inquiry. Menurut buku Making the PYP Happen yang diterjemahkan oleh Gatut Samuel (2004:78-80) berpendapat bahwa pembelajaran unit berdasarkan inquiry merupakan poin penting dalam pembelajaran matematika. Siswa dan guru mengidentifikasi bersama apa yang sudah mereka ketahui yang relevan dengan inquirynya, apa yang ingin mereka ketahui, apa yang perlu mereka ketahui untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dan bagaimana cara terbaik untuk menemukan jawabanya. Piaget (dalam Mulyasa, 2005 : 108) menyatakan inquiry merupakan teknik yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lainnya. Inquiry sebagai teknik pengajaran mengandung arti bahwa dalam proses kegiatan berlangsung pengajar harus dapat mendorong dan dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam belajar. Adapun langkah-langkah pelaksanaanya: 1) Membina suasana yang responsif diantara siswa. 2) Mengemukakan permasalahan untuk di Inquiry (ditemukan) melalui cerita, film, gambar dan sebagainya, kemudian mengajukan pertanyaan kearah mencari, merumuskan dan memperjelas permasalahan dari cerita atau gambar. 3) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa, pertanyaan yang diajukan bersifat mencari atau mengajukan informasi atas data tentang masalah tersebut. 4) Merumuskan hipotesis (asumsi atau perkiraan yang merupakan jawaban dari permasalahan tersebut). Perkiraan jawaban ini akan terlihat tidaknya setelah pengumpulan data dan pembuktian data. Siswa mencoba merumuskan hipotesis permasalahan tersebut. Guru membantunya dengan pertanyaan pancingan. 5) Menguji hipótesis, guru mengajukan pertanyaan yang bersifat meminta data untuk pembuktian hipotesis. 6) Pengambilan kesimpulan, perumusan kesimpulan ini dilakukan oleh guru dan siswa. Model inquiry didefinisikan oleh Piaget (dalam Ida, 2005:5) sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri, dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain. Kuslan Stone (dalam Ida, 2006:6) mendefinisikan model inquiry sebagai pengajaran di mana guru dan anak mempelajari peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala ilmiah dengan pendekatan dan jiwa para ilmuwan. Pengajaran berdasarkan inquiry adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas (Hamalik, dalam Ida 2006:6). Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa inquiry merupakan suatu proses yang ditempuh siswa untuk memecahkan masalah dengan jalan merumuskan masalah, melakukan observasi dalam rangka pengumpulan data, menganalisis dan mengajukan dugaan, mengkomunikasikan hasil dugaan atau hipotesis, mengumpulkan fakta dan yang terakhir adalah membuat kesimpulan sebagai jawaban atas mesalah tersebut. Jadi, dalam model inquiry ini siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru. Dengan demikian, siswa akan terbiasa bersikap seperti para ilmuwan sains, yaitu teliti, tekun, objektif, kreatif, dan menghormati pendapat orang lain. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran a. Pengertian Dalam konsep belajar aktif pengetahuan merupakan pengalaman pribadi yang diorganisasikan dan dibangun melalui proses belajar bukan merupakan pemindahan pengetahuan yang dimiliki guru kepada anak didiknya. Sedangkan mengajar merupakan upaya menciptakan lingkungan agar siswa dapat memperoleh pengetahuan melalui keterlibatan secara aktif dalam kegiatan belajar. Tytler (dalam Hamzah, 2001:6) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran untuk menunjang keaktivan, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Jadi dalam proses belajar mengajar, siswalah yang harus membangun pengetahuannya sendiri. Sedangkan guru berperan untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan mendukung bagi terciptanya pembelajaran yang bermakna. Siswa harus mengalami dan berinteraksi langsung dengan objek yang nyata. Jadi belajar harus dialihkan yang semula berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dan karena sekolah merupakan sebuah miniator dari masyarakat maka dalam proses pembelajaran harus terjadi saling kerjasama dan interaksi antar berbagai komponen yang terbaik. Pendidikan modern lebih menitik beratkan pada aktivitas sejati, dimana siswa belajar dengan mengalaminya sendiri pengetahuan yang dia pelajari. Dengan mengalaminya sendiri, siswa memperoleh pengetahuan pemahaman dan ketrampilan serta perilaku lainnya, termasuk sikap dan nilai. b. Beberapa Aktivitas Siswa Pendidikan saat ini menghendaki peranan aktivitas siswa dalam kegiatan interaksi dalam pembelajaran. Hal ini tidak berarti guru pasif atau tidak aktif dalam pembelajaran berlangsung, tetapi guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator agar siswa menjadi lebih aktif dan kreatif belajar. Herman Handoyo (1988:121-123) mengklasifikasikan aktivitas belajar atau yang menurutnya disebut aktivitas intelektual siswa, seperti pada uraian di bawah ini : 1) Menguji Pada waktu guru memberikan materi, guru hendaknya melibatkan intelektual siswa yaitu dengan menguji dan eksplorasi situasi. Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mengabstraksi dan menemukan. Mengabstraksi berarti mengidentifikasi esensi dari hal yang diketahui, sedangkan menemukan berarti menghasilkan sesuatu yang dianggap baru dengan menggunakan imajinasi, pikiran atau eksperimen. 2) Mengungkapkan Aktivitas ini mengharapkan siswa dapat menghasilkan kata, kalimat, bagan, atau table dengan menggunakan symbol yang sesuai dengan situasi masalahnya. Ini merupakan proses belajar untuk mengkonstruksi model-model matematika dari situasi masalah yang dihadapi. 3) Membuktikan Apabila siswa sudah berhasil merumuskan sesuatu, mereka perlu membuktikan berdasarkan argument atau alas an yang terstruktur. 4) Mengaplikasikan masalah Konsep dan prosedur yang telah diketahui perlu diaplikasikan ke situasi yang baru. Dalam mengaplikasikan mungkin siswa harus dapat mengabstraksikan. 5) Menyelesaikan masalah Dari suatu masalah komplek yang dihadapi namun belum pernah diselesaikan, seorang siswa harus menyelesaikan dengan konsep atau theorema serta prosedur yang telah dikuasai. 6) Mengkomunikasikan Aktivitas ini berupa pertukaran informasi antara siswa, Masing-masing dengan menggunakan symbol yang sama. Para siswa harus mendapat kesempatan untuk menyatakan gagasan matematikanya. Secara verbal dan tertulis, mengkomprehensikan dan menginterpretasikan gagasan-gagasan yang dinyatakan oleh siswa lain. Klasifikasi aktivitas belajar dari Herman Handoyo di atas menunjukkan bahwa aktivitas dalam pembelajaran cukup kompleks dan bervariasi. Aktivitas disini tidak hanya terbatas pada aktivitas jasmani saja yang dapat secara langsung diamati tetapi juga meliputi aktivitas rohani. c. Dampak Aktivitas Siswa Dalam belajar sangat diperlukan adanya suatu aktivitas sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku menjadi kegiatan. Tidak akan ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau dasar yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar. Aktivitas tersebut tidak hanya dilakukan di dalam kelas saja oleh siswa, tetapi juga harus dilakukan di luar kelas, kapanpun, dimanapun agar mendapat prestasi yang baik. Biasa melakukan, seperti halnya aktif mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, rajin belajar setiap waktu tanpa ada harus menunggu disuruh, rajin membaca buku-buku yang berkaitan dengan materi yang disampaikan oleh guru, rajin mencoba mengerjakan soal-soal yang terdapat didalam buku, dan juga melakukan aktivitas lainnya untuk meningkatkan prestasi. Kecenderungan dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa adanya aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin terjadi. Jadi jelas bahwa dalam kegiatan belajar, siswa yang sebagai subyek haruslah aktif berbuat. Dengan kata lain bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas, tanpa aktvitas, belajar tidak akan mungkin berlangsung dengan baik. Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel a. Bentuk-bentuk sistem persamaan linear dua variabel 1) Perbedaan PLDV dan SPLDV a). Persamaan linear dua variabel (PLDV) ax + by + c = 0Persamaan linear dua variabel adalah persamaan yang memiliki dua variabel dan pangkat masing-masing variabelnya satu. Jika dua variabel tersebut x dan y, maka PLDV-nya dapat dituliskan : dengan a, b ≠ 0 Contoh : 1). 2x + 2y = 3 2). y = 2x -1 3). 5y + 4 = 8x b). Sistem Persamaan linear dua variabel (SPLDV) ax + by = c px + qy = rSPLDV adalah suatu system persamaan yang terdiri atas dua persamaan linear (PLDV) dan setiap persamaan mempunyai dua variabel. Bentuk umum SPLDV adalah: ; dengan a, b, p, q ≠ 0 Contoh : 1). 3x + 2y = 7 dan x = 3y + 4 2). 3). x – y = 3 dan x + y = -5 atau dapat ditulis 2) Menyatakan suatu variabel dengan variabel lain pada persamaan linear Contoh : Diketahui persamaan x + y = 5, jika variabel x dinyatakan dalam variabel y menjadi : x + y = 5 Û x = 5 – y 3) Mengenal Variabel dan Koefisien pada SPLDV Contoh : Diketahui SPLDV : 2x + 4y = 12 dan 3x – y = 5 Ø Variabel SPLDV adalah x dan y Ø Konstanta SPLDV adalah 12 dan -5 Ø Koefisien x dari SPLDV adalah 2 dan 3 Ø Koefisien y dari SPLDV adalah 4 dan -1 b. Akar dan Bukan akar SPLDV Dalam sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) terdapat pengganti-pengganti dari variabel sehingga kedua persamaan menjadi benar. Pengganti - pengganti variabel yang demikian disebut penyelesaian atau akar dari sistem persamaan linear dua variabel. Apabila pasangan pengganti menyebabkan salah satu atau kedua persamaan menjadi kalimat tidak benar disebut bukan penyelesaian atau bukan akar dari SPLDV tersebut. Contoh : Diketahui SPLDV : 2x – y = 3 dan x + y = 3 Tunjukkan bahwa x = 2 dan y = 1 merupakan akar dari SPLDV tersebut . Jawab : Ø 2x – y = 3 Jika x = 2 dan y = 1 disubstitusikan pada persamaan diperoleh 2x - y = 3 Û 2(2) – 1 = 3 Û 3 = 3 (benar) Ø x + y = 3 jika x = 2 dan y = 1 disubstitusikan pada persamaan diperoleh x + y = 3 Û 2 + 1 = 3 Û 3 = 3 (benar) Jadi, x = 2 dan y = 1 merupakan akar dari SPLDV 2x – y = 3 dan x + y = 3 c. Penyelesaian SPLDV Untuk menentukan penyelesaian atau kar dari SPLDV dapat ditentukan dengan 3 cara, yaitu metode grafik, metode substitusi, metode eliminasi. 1. Metode grafik Prinsip dari metode grafik yaitu mencari koordinat titik potong grafik dari kedua persamaan. Dari contoh diatas apabila dikerjakan dengan metode grafik sebagai berikut. 4 (2,2) 4 2 -2 3 2 x + y = 4 x – 2y = -2x + y = 4 X 0 4 Y 4 0 (x,y) (0,4) (4,0) x – 2y = -2 X 0 -2 Y 1 0 (x,y) (0,1) (-2,0) Dari grafik terlihat kedua grafik berpotongan di (2,2). Koordinat titik potong (2,2) merupakan penyelesaiannya Jadi, penyelesaiannya x = 2 dan y = 2 2. Metode substitusi Hal ini dilakukan dengan cara memasukkan atau mengganti salah satu variabel dengan variabel dari persamaan kedua. Contoh : Tentukan penyelesaian dari SPLDV : x + y = 4 dan x – 2y = -2 dengan metode substitusi! Jawab : Ø x + y = 4 Þ x = 4 – y Ø x = 4 – y disubstitusikan pada x – 2y = - 2 akan diperoleh : x – 2y = - 2 Û (4 – y ) – 2y = - 2 Û 4 – 3y = - 2 Û -3y = -6 Û y = = 2 Ø selanjutnya untuk y =2 disubstitusikan pada salah satu persamaan, misalnya ke persamaan x + y = 4, maka diperoleh : x + y = 4 Û x + 2 = 4 Û x = 4 – 2 Û x = 2 Jadi, penyelesaianya adalah x = 2 dan y = 2 3. Metode eliminasi Caranya sebagai berikut : a. Menyamakan salah satu koefisien dan pasangan suku dua persamaan bilangan yang sesuai. b. Jika tanda pasanganan suku sama, kedua persamaan di kurangkan. c. Jika tanda pasangan suku berbeda, kedua suku persamaan ditambahkan Contoh : Tentukan penyelesaian dari SPLDV : x + y = 4 dan x – 2y = -2 dengan metode eliminasi! Jawab : Ø Mengeliminir peubah x x + y = 4 x – 2y = - 2 3y = 6 y = 2 Ø Mengeliminir peubah y x + y = 4 x 2 2x + 2y = 8 x – 2y = - 2 x 1 x – 2y = - 2 3x = 6 x = 2 Jadi, penyelesaianya adalah x = 2 dan y = 2 C. Kerangka Berfikir Prosedur penelitian tindakan kelas ini merupakan siklus dan dilaksanakan sesuai perencanaan tindakan atau perbaikan dari perencanaan tindakan terdahulu. Penelitian ini diperlukan evaluasi awal untuk mengetahui penyebab rendahnya keaktifan siswa dan observasi awal sebagai upaya untuk menemukan fakta-fakta yang dapat digunakan untuk melengkapi kajian teori yang ada dan untuk menyusun perencanaan tindakan yang tepat dalam upaya meningkatkan keaktifan siswa. Tindakan kelas yang dilaksanakan berupa pengajaran di kelas secara sistematis dengan tindakan pengelolaan kelas melalui strategi, pendekatan, metode dan teknik pengajaran yang tepat dengan penerapannya kondisional yang mengacu pada perencanaaan tindakan yang telah tersusun sebelumnya. Dalam penelitian setiap tindakan penelitian akan mengamati reaksi siswa dalam setiap tindakan pengajaran yang dilakukan didepan kelas. Dalam sekali tindakan biasanya permasalahan atau pemikiran baru yang perlu mendapat perhatian sehingga siklus tersebut harus terus berulang sampai permasalahan tersebut teratasi. Gambar 2.1 Kerangka berfikir penelitian Masalah keaktifan siswa Perencanaan tindakan Tindakan PTK Penyelesaian masalah keaktifan siswa meningkat Dilihat dari bagan di atas, tampak bahwa untuk menyelesaikan masalah keaktivan siswa dibutuhkan suatu perencanaan tindakan yang mengarah pada penelitian tindakan kelas, dengan demikian masalah keaktivan siswa dapat meningkat. D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan tinjauan pustaka, kajian teori dan kerangka berfikir dapat dirumuskan sebagai berikut jika guru menerapkan improving learning dengan menggunakan teknik inquiry maka keaktifan siswa akan meningkat. Selanjutnya peningkatan keaktivan siswa juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas (PTK). Susilo (2007:13) menyebutkan bahwa PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dalam kelas atau sekolah tempat mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam pembelajaran. Penelitian kelas merupakan kegiatan pemecahan masalah yang dimulai dari : a) perencanaan (planning), b) pelaksanaan (action), c) pengumpulan data (observing), d) menganalisis data/ informasi untuk memutuskan sejauh mana kelebihan atau kelemahan tindakan tersebut (reflecting). PTK bercirikan perbaikan terus menerus sehingga kepuasan peneliti menjadi tolak ukur berhasilnya (berhentinya) siklus-siklus tersebut. Setelah dilakukan refleksi yang mencakup analisa, sintesa dan penelitian terhadap hasil pengamatan serta hasil tindakan, biasanya muncul permasalahan yang perlu mendapat perhatian sehingga pada gilirannya perlu dilakukan perencanaan ulang. Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif antara kepala sekolah, guru tetap dan peneliti. Kegiatan perencanaan awal dimulai dari melakukan studi pendahuluan. Pada kegiatan ini juga mendiskusikan cara melakukan tindakan pembelajaran dan bagaimana cara melakukan pengamatannya. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat yang digunakan sebagai penelitian mengenai implementasi improving learning dengan teknik inquiry sebagai usaha meningkatkan keaktifan belajar siswa di SMP Muhammadiyah 1 Surakarta. Sekolah ini merupakan Sekolah Menengah Pertama yang termasuk kategori sekolah Unggulan karena mendapatkan predikat The Favorite School. Peneliti mengadakan penelitian di sini dengan pertimbangan sekolah ini belum pernah dilakukan penelitian dengan judul yang sama dengan peneliti. 2. Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian direncanakan pada semester I, bulan Juni 2007 sampai dengan Desember 2007, secara terperinci sebagai berikut: Tabel 3.1 Rincian waktu penelitian Kegiatan penelitian Bulan pelaksanaan tahun 2007/2008 juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Tahap persiapan a. Kajian studi pustaka x x x b. Pembuatan desain penelitian x x x c. Konsultasi rancangan penelitian x x X x x d. Perumusan rancangan penelitian x x X x x 2. Tahap Pelaksanaan a. Perencanaan x x x x x x x x x x b. Implementasi tindakan x x x x c. Pengamatan kelas x x x x d. Refleksi x x x x e. Analisis dan interprestasi data x x x x x f. Perumusan hasil x x x x x 3. Tahap Pelaporan a. Penyusunan laporan x x x b. Penulisan laporan x x x c. Revisi dan editing x x x d. Penggandaan data x x x e. Penyetoran laporan x C. Subjek Penelitian Subjek yang melaksanakan tindakan dalam penelitian ini adalah peneliti yang bekerjasama dengan guru matematika dan rekan sesama peneliti sebagai observer, sedangkan subyek yang dikenai tindakan adalah siswa SMP Muhammadiyah 1 Surakarta tahun ajaran 2007/2008. Dalam penelitian ini dipilih satu kelas yaitu kelas VIIIC SMP Muhammdiyah 1 Surakarta. Pemilihan dan penentuan subyek yang dikenai tindakan dalam penelitian ini berdasarkan pada purposive sampling (sampel bertujuan), yaitu untuk mengetahui peningkatan keaktifan siswa secara keseluruhan, karena menurut guru tetap, siswa memiliki kemampuan akademik yang heterogen dan secara keseluruhan berkemampuan sedang. D. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan berbasis kelas kolaboratif. Suatu penelitian yang bersifat praktis, situasional dan konteksual berdasarkan permasalahan yang muncul dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari di SMP. Kepala sekolah, guru dan peneliti senantiasa berupaya memperoleh hasil yang optimal melalui cara dan prosedur yang efektif sehingga dimungkinkan adanya tindakan yang berulang-ulang dengan revisi untuk meningkatkan keaktifan siswa. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keaktivan siswa dalam belajar matematika serta perolehan manfaat yang lebih baik. Kepala sekolah, guru matematika dan penelitian dilibatkan sejak dialog awal sampai evaluasi. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini yaitu: 1) Dialog awal, 2) Observasi awal, 3) Perencanaan tindakan, 4) Pelaksanaan tindakan 5) Observasi dan monitoring, 6) Refleksi dan 7) Evaluasi. Langkah-langkah penelitian untuk setiap siklus perlakuan pembelajaran matematika diilustrasikan dalam siklus sebaga berikut: Dialog awal Perencanaan Tindakan I Observasi awal Putaran I Evaluasi Observasi dan monitoring Refleksi Pengertian dan pemahaman Tindakan II Perencanaan terevisi Putaran II Observasi dan monitoring Refleksi Pengertian dan pemahaman Evaluasi Seterusnya sesuai dengan alokasi waktu harapan tindakan yang direncanakan Gambar 3.1 Proses Penelitian Tindakan Sumber: Modifikasi sari Kemmis dan MC Taggart (Sutama, 2000: 92) 1 Dialog awal Dialog awal dilakukan peneliti, guru matematika dan kepala sekolah pada hari Senin, 22 Oktober 2007. Dalam dialog awal didiskusikan mengenai masalah yang muncul dalam pembelajaran terutama yang berkaitan dengan keaktivan siswa. Dari dialog tersebut peneliti menyimpulkan bahwa kurangnya keaktivan siswa selama pembelajaran dikarenakan (1) siswa malu untuk aktif, (2) siswa takut salah ketika hendak menjawab suatu pertanyaan, (3) keaktivan yang dilakukan oleh siswa lebih cenderung pada hal yang negative. Selain itu dalam dialog awal juga telah disepakati kelas yang akan dipakai untuk tindakan yaitu kelas VIIIC, materi yang akan diajarkan adalah Sistem Persamaan Linier Dua Variabel serta yang akan melakukan tindakan adalah peneliti sendiri sedangkan guru matematika sebagai observer yang dibantu oleh satu rekan sesama peneliti. Peserta dialog juga membicarakan model dan alternatif pembelajaran yang akan dipraktekkan dan dikembangkan dalam rangka meningkatkan keaktivan siswa. Dialog ini menyepakati penanganan masalah peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika melalui improving learning dengan teknik inquiry. 2 Observasi awal Observasi awal dilakukan oleh peneliti pada tanggal 6 November 2007 dengan cara mengamati pembelajaran yang dilakukan oleh guru matematika sebelum dikenalkan improving learning dengan teknik inquiry. Hal ini bertujuan untuk mengetahui secara langsung permasalahan yang muncul selama pembelajaran terutama yang berkaitan dengan keaktivan siswa sebelum diterapkan teknik inquiry. Metode yang digunakan guru matematika dalam pembelajaran sangat berbeda dengan inquiry dan lebih cenderung pada metode drill (latihan soal). Dari hasil observasi ditemukan beberapa permasalahan baru mengenai keaktivan siswa dan tindak mengajar, yaitu (1) siswa hanya akan merespon pertanyaan dari guru jika ditunjuk, (2) guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan, dan (3) banyak siswa yang tidak mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Selama pembelajaran siswa yang bertanya sebanyak satu anak, yang menjawab pertanyaan sebanyak sepuluh anak (dengan ditunjuk oleh guru), yang berani maju ke depan sebanyak empat anak dan yang mengerjakan soal sebanyak 20 anak. Siswa yang mengikuti pelajaran sebanyak 38 anak. 3 Perencanaan Tindakan Langkah-langkah persiapan yang dilakukan untuk mengadakan tindakan terdiri dari: a. Identifkasi Masalah dan Penyebabnya Berdasarkan dialog awal dan observasi awal, peneliti merumuskan permasalahan siswa terutama yang berhubungan dengan keaktivan selama pembelajaran. Permasalahan tersebut antara lain, (1) siswa malu dan takut salah ketika hendak menjawab pertanyaan atau maju ke depan kelas, (2) siswa bersedia untuk aktif jika ditunjuk oleh guru dan (3) siswa malas untuk mengerjakan soal latihan. Munculnya masalah keaktivan tersebut disebabkan karena siswa kurang dilibatkan dalam proses pembelajaran serta siswa kurang dibiasakan untuk bersikap aktif dalam belajar. b. Perencanaan Solusi Masalah Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah peningkatan keaktivan siswa dalam pembelajaran matematika adalah menerapkan improving learning dengan menggunakan teknik inquiry. Karena dalam inquiry siswa diarahkan untuk dapat menemukan jawaban atas pertanyaanya sendiri sehingga mereka akan terlibat secara langsung dalam pembelajaran. c. Pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pembuatan RPP bertujuan untuk merancang pembelajaran inquiry yang akan diterapkan pada tindakan. RPP disahkan oleh guru matematika serta pembimbing I dan pembimbing II. Tindakan akan dilaksanakan berdasarkan RPP yang telah dibuat, namun dalam pelaksanaanya tidak mutlak dikendalikan oleh RPP karena berbagai kemungkinan bisa terjadi dalam kondisi nyata. Oleh karena itu rencana tindakan harus bersifat tentatif dan sementara, fleksibel dan siap diubah sesuai dengan kondisi yang ada sebagai usaha kearah perbaikan. Proses pembuatan RPP menghabiskan waktu selama dua minggu. 4 Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan dilaksanakan selama dua minggu terbagi dalam tiga putaran. Tindakan dilaksanakan berdasarkan perencanaan, namun tindakan tidak mutlak dikendalikan oleh rencana. Perencanaan lebih bersifat fleksibel dan siap diubah sesuai dengan kondisi yang ada sebagai usaha kearah perbaikan. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan selama dua minggu terbagi dalam tiga putaran. a. Putaran Pertama Indikator pembelajaran pada putaran pertama yaitu menyebutkan perbedaan PLDV dan SPLDV. Keaktifan siswa ditingkatkan dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengarahkan siswa untuk menemukan jawaban atas pertanyaanya sendiri. Proses pembelajaran dimulai dengan merumuskan permasalahan yang akan diselesaikan yaitu mencari perbedaan PLDV dan SPLDV. Dari rumusan tersebut guru mengarahkan siswa untuk mencari jawabanya, yaitu dengan memberikan contoh-contoh PLDV dan SPLDV kemudian meminta siswa untuk mencari himpunan penyelesaianya dengan metode grafik. Dari proses tersebut siswa akan menemukan perbedaan PLDV dan SPLDV dari segi bentuk umum, banyaknya penyelesaian serta gambar grafiknya. b. Putaran Kedua Pada putaran kedua ini indikator pembelajaranya yaitu menyelesaika SPLDV dengan metode substitusi. Untuk meningkatkan keaktian siswa dilakuakan dengan cara memancing siswa untuk menemukan langkah-langkah penyelesaian SPLDV dengan cara substitusi dengan kata-katanya sendiri. Pembelajaran dimulai dengan memberikan contoh SPLDV kemudian menjelaskan pada siswa cara menyelesaikanya dengan metode substitusi. Dari contoh tersebut siswa diminta untuk membuat langkah-langkah menyelesaikan SPLDV dengan metode substitusi dengan kata-katanya sendiri. Setelah itu salah satu siswa diminta untuk mempreentasikan di depan dan guru menyempurnakan langkah-langkah yang telah dibuat oleh siswa. c. Putaran Ketiga Pada putaran III ini indikator pembelajaranya yaitu menyelesaika SPLDV dengan metode eliminasi. Untuk meningkatkan keaktian siswa dilakuakan dengan cara memancing siswa untuk menemukan langkah-langkah penyelesaian SPLDV dengan cara eliminasi dengan kata-katanya sendiri. Pembelajaran dimulai dengan memberikan contoh SPLDV kemudian menjelaskan pada siswa cara menyelesaikanya dengan metode eliminasi. Dari contoh tersebut siswa diminta untuk membuat langkah-langkah menyelesaikan SPLDV menggunakan metode eliminasi dengan kata-katanya sendiri. Setelah itu salah satu siswa diminta untuk mempresentasikan di depan dan bersama siswa guru menyempurnakan langkah-langkah yang telah dibuat oleh siswa. 5 Observasi dan Monitoring Observasi berperan dalam upaya perbaikan praktek profesional melalui pemahaman yang lebih baik dan perencanaan tindakan yang lebih kritis. Kegiatan ini dilakukan oleh guru matematika dan rekan sesama peneliti dengan dibekali lembar pengamatan menurut aspek-aspek identifikasi, waktu pelaksanaan, pendekatan, metode dan tindakan yang dilakukan peneliti, tingkah laku siswa serta kelemahan dan kelebihan yang ditemukan. 6 Refleksi Dalam pengambilan keputusan secara efektif perlu dilakukan refleksi yaitu merenungkan apa yang telah terjadi dan tidak terjadi. Mengapa segala sesuatu terjadi dan atau tidak terjadi pada observasi implementasi tindakan serta mencari solusi atau jalan alternatif lainnya yang perlu ditempuh pada perencanaan tindakan selanjutnya. Hasil refleksi itu digunakan untuk menetapkan lebih lanjut dalam upaya mencapai tujuan penelitian. Kegiatan refleksi ini dilakukan setiap akhir pembelajaran matematika, tetapi secara informal dapat dilakukan dialog menangani masalah yang muncul. 7 Evaluasi Kegiatan ini sebagai proses pengumpulan data, mengolah data dan menyajikan informasi sehingga bermanfaat untuk pengambilan keputusan tindakan. Evaluasi diarahkan pada penemuan bukti-bukti peningkatan keaktifan siswa belajar matematika yang terjadi setelah suatu tindakan. E. Teknik Pengumpulan Data Data dalam penelitian bersumber dari interaksi guru dan siswa dalam pembelajaran matematika dan berupa data tindakan belajar atau perilaku belajar yang dihasilkan dari tindakan yang mengajar. Untuk mengumpulkan data, penelitian ini menggunakan : 1 Metode Pokok Metode pokok adalah metode utama yang digunakan dalam pengumpulan data yang kemudian diolah dan dianalisis. Metode pokok meliputi observasi dan catatan lapangan. Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti dan sistematis (Suharsimi Arikunto, 1998:28). Pengumpulan data melalui observasi dilakukan oleh peneliti, guru matematika dan rekan sesama peneliti pada kelas yang dijadikan sebagai subyek penelitian untuk mendapatkan gambaran secara langsung kegiatan belajar mengajar dikelas. Catatan lapangan digunakan untuk mencatat temuan selama pembelajaran yang diperoleh peneliti yang tidak teramati dalam lembar observasi, bentuk temuan ini berupa aktivitas siswa dan permasalahan yang dihadapi selama pembelajaran. 2 Metode Bantu Metode bantu dalam penelitian ini adalah berupa metode wawancara dan dokumentasi. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong, 2002 : 135). Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Dalam penelitian ini, wawancara yang digunakan adalah wawancara tak terstruktur dimana sebagai pewawancara adalah peneliti dan yang diwawancarai adalah kepala sekolah, guru matematika dan staf karyawan. Pertanyaan yang diajukan lebih bersifat bebas, tetapi yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Metode dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan melihatnya dalam dokumen-dokumen yang telah ada (budiyono, 2003 : 54). Dokumen merupakan suatu metode untuk memperoleh data dengan melihat dari buku-buku, arsip atau catatan yang berhubungan dengan orang yang diteliti. F. Instrumen Penelitian 1 Definisi Operasional Variabel a. Improving Learning Improving learning adalah pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa belajar. Dalam penelitian ini, untuk melaksanakan pembelajaran dengan improving learning digunakan teknik inquiry. b. Teknik inquiry Teknik inquiry adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas c. Meningkatkan Pada penelitian ini yang dimaksudkan meningkatkan adalah usaha untuk menjadikan lebih baik sesuai dengan kondisi yang dapat diciptakan atau diusahakan melalui pelaksanaan belajar mengajar dikelas, khususnya pada pelajaran matematika guna meningkatkan keaktivan siswa. d. Keaktivan Keaktivan yang dimaksudkan adalah keberanian siswa untuk bertanya, keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan, keberanian siswa untuk maju ke depan dan keaktivan siswa untuk mengerjakan latihan soal pada waktu pembelajaran matematika. e. Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika adalah kegiatan belajar mengajar matematika dikelas yang melibatkan siswa, guru, materi ajar matematika dan lingkungan belajar. Pada pembelajaran matematika siswa sebagai subyek sedangkan guru berfungsi sebagai pembimbing, pemotifasi dan pengelola kegiatan belajar. 2 Pengembangan Instrumen Instrumen penelitian dikembangkan oleh peneliti bersama mitra guru matematika, dengan menjaga validitas isi. Berdasarkan cara pelaksanaan dan tujuan, penelitian ini menggunakan observasi. Dalam melakukan observasi, menggunakan pedoman observasi (terlampir). Pedoman ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu: a. Observasi tindak mengajar yang berkaitan dengan metode yang digunakan guru dalam mengajar. b. Observasi tindak belajar yang beraitan dengan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika. c. Keterangan tambahan yang berkaitan dengan tindak mengajar maupun tindak belajar yang belum tercapai. Jadi dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam ataupun sosial yang diamati. 3 Validitas Isi Instrumen Untuk menjamin pemantapan dan kebenaran data yang dikumpulkan dan dicatat dalam penelitian, maka dipilih dan ditentukan cara-cara yang tepat untuk mengembangkan validitas data yang diperolehnya. Dalam penelitian ini akan digunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 1998:178). Penelitian ini menggunakan triangulasi penyelidikan dengan jalan memanfaatkan peneliti untuk penguatan atau pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamatan lainnya dalam hal ini adalah guru matematika kelas VIII, rekan sesama peneliti dan kepala sekolah itu sendiri yang dapat membantu mengulangi kemenangan dalam pengumpulan data. G. Teknik Analisis Data Pada penelitian tindakan kelas ini, data dianalisis sejak tindakan pembelajaran dilakukan dan dikembangkan selama proses refleksi sampai proses penyusunan laporan. Untuk kesinambungan dan kedalaman dalam pengajaran data dalam penelitian ini digunakan analisis interaktif. Data dianalisis secara diskriptif kualitatif dengan analisis interaktif yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dilakukan dalam bentuk interaktif dengan pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Menurut M. B. Miles (1992 : 20) proses analisis interaktif dapat digambarkan dalam skema berikut: Pengumpulan Data Penyajian Data Reduksi Data Penarikan Kesimpulan Gambar 3.2 Proses Analisis Interaktif Reduksi data adalah kegiatan pemilihan data, penyederhanaan data serta transformasi data kasar dari hasil catatan lapangan. Penyajian data berupa sekumpulan informasi dalam bentuk tes naratif yang disusun, diatur dan diringkas sehingga mudah dipahami, dilakukan secara bertahap dari kesimpulan sementara kemudian dilakukan penyimpulan dengan cara diskusi bersama mitra kolaborasi. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil SMP Tempat Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMP Muhammadiyah 1 Surakarta yang beralamatkan di jalan Flores No. 1 Pasar Kliwon Surakarta. SMP Muhammadiyah 1 Surakarta berdiri pada tanggal 1 Agustus 1952. Dalam akreditasi sekolah yang dilaksanakan oleh pemerintah pada tanggal 27 Maret 1985, SMP Muhammadiyah mendapatkan status disamakan dengan SK No.359/103/H.1985. Tahun 1990 mengajukan akreditasi yang kedua dan dapat mempertahankan status disamakan dengan SK No.4055/103/1990 hingga pada tahun 2005 sekolah tersebut telah terakreditasi dengan nilai A (amat baik). Bangunan gedung SMP Muhammadiyah 1 Surakarta berdiri di atas tanah seluas 1979 m dengan keadaan bangunan permanent dan berlantai tiga. Sudah tersedia fasilitas yang dapat menunjang sehingga proses belajar mengajar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Ekstra kulikurer yang ada di SMP Muhammadiyah 1 Surakarta diantaranya : MMA (Menulis dan Membaca Al Quran), PMR, Basket, KIR, Tari, Hisbul Wathon, Sepak bola Qosidah dan Band. Banyak sekali penghargaan dan piala yang diterimanya, beberapa prestasi yang telah diperoleh yaitu juara umum gerak jalan tingkat SMP/MTs se-kota Surakarta tahun 2006, juara umum Fortasi PD IRM Solo 2006 dan juara umum Fortasi PD IRM Solo 2007. B. Laporan Dialog Awal dan Observasi Awal Dialog awal dilakukan antara Peneliti, Guru matematika dan Kepala Sekolah. Dari dialog awal yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 22 Oktober 2007, didapatkan kesimpulan bahwa permasalahan dan hambatan yang muncul, yaitu: 1) siswa malu mengungkapkan ide atau pertanyaan kepada guru, 2) siswa takut salah jika mengemukakan ide atau pertanyaannya, 3) kebanyakan siswa malas, baik jika disuruh mencatat atau mengerjakan soal-soal latihan 4) keaktivan siswa tidak terarah, mereka malah cenderung aktif untuk ramai dan tidak disiplin hal tersebut dapat dilihat ketika bel masuk sudah berbunyi mereka tidak segera masuk ke kelas untuk mempersiapkan diri pada pelajaran selanjutnya, tetapi mereka masih bermain-main atau mengobrol dengan temannya di luar kelas. Untuk membuktikan hasil dialog awal peneliti melakukan observasi pembelajaran awal dilakukan di kelas VIIIC pada hari Selasa tanggal 6 November 2007 jam ke 3-4 dan diikuti oleh 38 siswa. Tujuan dari observasi awal ini memperjelas sekaligus menentukan fokus penelitian atau indikator yang akan dicapai dalam tindakan diantaranya adalah: bertanya, menjawab pertanyaan, keberanian maju ke depan dan mengerjakan soal-soal latihan. Berdasarkan dialog awal dan observasi pembelajaran awal peneliti menemukan beberapa permasalahan, yaitu (1) siswa akan menjawab pertanyaan dari guru jika ditunjuk oleh guru, (2) guru tidak memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya, (3) ketika siswa diberi soal untuk dikerjakan, banyak siswa yang tidak mengerjakan yaitu D6, D5, A5, A7, A8, A9, A10, D10, D9, D7, C7, C9, C10, D2, D4, A3, B6, dan C6. metode yang digunakan selama pembelajaran sangat berbeda dengan inquiry, yaitu guru memberikan contoh soal kemudian dikerjakan bersama siswa. Setelah itu siswa diberi soal untuk dikerjakan lalu siswa diminta untuk mengerjakan di papan tulis. Selama observasi peneliti menggunakan instrument yang sudah divalidasi oleh pembimbing, instrumen tersebut sama dengan yang akan digunakan untuk observasi tindakan. Siswa yang mengajukan pertanyaan sebanyak 1 orang (2.63%), siswa tersebut menanyakan tentang pekerjaanya benar atau salah, yang menjawab pertanyaan 10 anak (26.31%) karena ditunjuk oleh guru bukan sukarela, yang berani maju ke depan 4 siswa (10.52%) baik ditunjuk ataupun sukarela, dan yang mengerjakan soal ada 20 siswa (52.63%), siswa yang mengikuti pembelajaran sebanyak 38 anak. C. Pelaksanaan Tindakan 1. Tindakan Putaran I a. Perencanaan Tindakan I Pembelajaran dilaksanakan dengan pedoman Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), namun dalam pelaksanaanya dilakukan secara fleksibel. Indikator pembelajaranya yaitu membedakan perbedaan PLDV dan SPLDV. Materi yang diajarkan yaitu perbedaan PLDV dengan SPLDV. b. Pelaksanaan Tindakan I Pada putaran ini peneliti bertindak sebagai guru yang melaksanakan tindakan dan guru matematika serta satu rekan sesama peneliti sebagai observer, sedangkan penerima tindakan adalah siswa kelas VIIIC sebanyak 39. Masing-masing observer mengamati jalannya pelaksanaan tindakan I dengan berpedoman pada lembar observasi dan catatan lapangan yang telah tersedia. Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan proses refleksi dan evaluasi. Putaran pertama dilaksanakan pada hari Sabtu, 10 November 2007. Dalam putaran I ini, peneliti (dalam hal ini sebagai guru) mengajar selama 60 menit mulai dari jam 11.00 – 12.00 WIB. Siswa yang mengikut pelajaran sebanyak 39 siswa. Sesuai dengan hasil dialog awal materi yang digunakan adalah SPLDV dengan indikator pembelajaran yaitu menyebutkan perbedaan PLDV dan SPLDV. Keaktifan siswa ditingkatkan dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengarahkan siswa untuk menemukan jawaban atas pertanyaanya sendiri. Pada awal pembelajaran, guru menjelaskan proses pembelajaran yang akan dilakukan yaitu dengan metode inquiry dimana siswa akan menemukan jawaban atas pertanyaanya sendiri dengan bantuan guru. Untuk mendukung hal tersebut, masing-masing siswa diberikan suatu lampiran yang berisi format laporan hasil belajar (terlampir), kemudian guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Langkah awal pembelajaran inquiry adalah siswa harus mengetahui masalah apa yang akan dipecahakn. Oleh karena itu, setiap awal pembelajaran guru bersama-sama dengan siswa merumuskan masalah yang akan diselesaikan atau dicari jawabanya. Rumusan masalahnya yaitu, apakah perbedaan PLDV dan SPLDV. Untuk mendapatkan jawaban tersebut guru memberikan contoh-contoh PLDV kemudian meminta siswa untuk membuat tiga contoh PLDV dan bukan PLDV lalu siswa diminta untuk menuliskan di papan tulis. Guru memberi satu contoh PLDV, yaitu 2x + y = 5 kemudian siswa diminta untuk mencari penyelesaianya jika x = 1, x = 2, x = 3 dan x = 4. karena siswa belum bisa maka guru menjelaskan dengan mengerjakan x = 1 dan x = 2, kemudian untuk x = 3 dan x = 4 ada siswa yang mau maju untuk mengerjakan. Siswa yang mengerjakan x = 3 benar, dan yang x = 4 salah, letak kesalahan ketika memindahkan suku dengan variabel x ke ruas kanan. Setelah ditemukan beberapa penyelesaian, siswa diminta untuk menggambarkan grafiknya di papan tulis. Terdapat beberapa siswa yang maju dan menggambarkan dengan benar. Dari pembelajaran yang telah dilakukan, siswa diminta untuk menuliskan pemahamanya mengenai bentuk umum PLDV, banyaknya penyelesaian pada PLDV, gambar grafik berupa apa dan pengertian PLDV. Langkah yang sama juga diterapkan dalam rangka memahami SPLDV. Guru meminta siswa untuk menyebutkan perbedaan PLDV dan SPLDV kemudian meminta siswa untuk menanggapi, jika masih ada yang kurang tepat dibenarkan oleh guru. Siswa diminta untuk menyajikan perbedaan PLDV dan SPLDV dalam bentuk tabel sebagai hasil jawaban dari rumusan masalah. c. Hasil Observasi Tindakan dan Catatan Lapangan 1) Tindak Mengajar Untuk memotivasi siswa pada awal pembelajaran guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan proses pembelajaran yang akan dilakukan. Pada kegiatan inti diawali dengan merumuskan masalah yang akan dipelajari bersama siswa. Setelah itu guru memberikan pertanyaan pancingan agar siswa tergerak untuk melakukan observasi, jika murid merasa kesulitan maka guru memberikan kesempatan bertanya dalam rangka pengumpulan data. Siswa juga diberi kesempatam untuk menganalisis dan mengajukan hipotesisnya didepan kelas, kemudian mempersilahkan siswa lain untuk menanggapi. Diakhir pembelajaran guru memberikan post test untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran. Dalam catatan lapangan disebutkan bahwa ketika pembelajaran siswa kurang terkontrol, guru kurang tegas terhadap murid yang tidak mau mengerjakan didepan dan siswa cukup antusias dalam mengikuti pelajaran. 2) Tindak Belajar Pada putaran pertama ini, siswa yang menjawab pertanyaan sebanyak 10 siswa, yaitu tempat duduk nomer B8, C1, B6, C4, C2, B7, C3, B1, B2, dan D10. Kebanyakan mereka menjawab pertanyaan tentang banyaknya penyelesaian pada PLDV dan SPLDV, bentuk grafik dan mengidentifikasi PLDV atau SPLDV. Siswa yang mengajukan pertanyaan atau tanggapan sebanyak lima orang, yaitu tempat duduk nomer B1, B2, B6, C2, dan A5. Pertanyaan mereka seputar alasan mengapa persamaan tersebut merupakan PLDV atau SPLDV serta kebanyakan mereka menanyakan langkah-langkah penyelesaian PLDV yang belum paham. Siswa yang berani maju ke depan sebanyak delapan siswa, yaitu bangku nomer C8, C1, C3, B8, C6, B6, C2, dan B4, mereka maju secara sukarela tidak dengan ditunjuk. Mereka maju ketika diminta untuk menggambarkan grafik PLDV dan SPLDV, mencari contoh PLDV dan bukan PLDV serta contoh SPLDV dan bukan SPLDV. Siswa yang tidak mengerjakan soal latihan sebanyak 17 siswa, yaitu bangku nomer D2, D6, D7, D8, D9, D10, C9, C10, B9, B10, A9, A10, A7, A8, C7, dan C8 sehingga siswa yang mengerjakan soal sebanyak 22 siswa. Selain dari hasil observasi, dalam catatan lapangan menyebutkan bahwa siswa yang aktif hanya siswa tertentu saja, siswa banyak yang menjawab tetapi mereka tidak berani untuk mengacungkan tangan. Siswa cukup antusias ketika diminta untuk menuliskan pekerjaanya didepan. d. Refleksi Putaran I Komponen yang belum dilakukan oleh guru pada putaran pertama ini adalah guru tidak mengarahkan siswa untuk mencari data dari buku atau sumber lain. Selain itu guru juga lupa meminta siswa untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Berdasarkan catatan lapangan pada putaran ini kelas kurang terkontrol, guru kurang tegas terhadap murid yang tidak mau mengerjakan di depan dan guru tidak mengarahkan siswa untuk mendata fakta-fakta yang didapat dari hasil pembelajaran. Dalam refleksi ini guru matematika memberi masukan agar siswa yang masih enggan untuk aktif ditunjuk saja. Komentar dari guru matematika mengenai pembelajaran yang telah dilakukan secara prinsip sudah memenuhi standard mengajar. e. Evaluasi Pada putaran I ini keaktivan siswa sudah mulai tampak, diantaranya siswa yang bertanya sebanyak 5 orang (12.82%), yang menjawab pertanyaan sebanyak 10 orang (25.64%), yang berani maju ke depan sebanyak 8 orang (20.51%), dan yang mengerjakan soal sebanyak 22 orang (56.41%). Siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 11 orang (28.20%). Tindak mengajar yang dilakukan secara keseluruhan sudah menerapkan teknik inquiry, namun masih terdapat beberapa kekurangan yaitu, 1) guru kurang optimal dalam menjelaskan proses belajar yang akan dilakukan sehingga siswa merasa kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan metode yang digunakan, 2) guru tidak mengarahkan siswa untuk mencari informasi dari buku atau sumber lain, 3) guru tidak mengajak siswa untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari. 2. Tindakan Putaran II a. Perencanaan tindakan II Pembelajaran dilaksanakan dengan pedoman Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) semula, namun terdapat beberapa tambahan strategi untuk mengaktifkan siswa berdasarkan refleksi yang telah dilakukan sebelumnya. Indikator pembelajaranya yaitu menyelesaikan SPLDV dengan metode substitusi. b. Pelaksanaan Tindakan II Pada putaran ini peneliti bertindak sebagai guru yang melaksanakan tindakan dan guru matematika serta satu rekan sesama peneliti sebagai observer, sedangkan penerima tindakan adalah siswa kelas VIIIC sebanyak 38. Masing - masing observator mengamati jalannya pelaksanaan tindakan I dengan berpedoman pada lembar observasi dan catatan lapangan yang telah tersedia. Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan proses refleksi dan evaluasi. Putaran II dilaksanakan pada hari Selasa, 13 November 2007 yang berlangsung selama 90 menit mulai jam 08.35 – 10.15 WIB dan terpotong jam istirahat. Siswa yang mengikuti pelajaran sebanyak 38 anak, satu anak tidak hadir karena sakit. Pada putaran kedua ini indikator pembelajaranya yaitu menyelesaikan SPLDV dengan metode substitusi. Untuk meningkatkan keaktivan siswa dilakukan dengan cara memancing siswa untuk menemukan langkah-langkah penyelesaian SPLDV menggunakan metode substitusi dengan kata-katanya sendiri. Tujuan pembelajaran pada putaran II adalah siswa dapat menyelesaikan SPLDV dengan metode substitusi. Pada awal pembelajaran, guru bersama siswa merumuskan masalah yang akan dipecahkan, yaitu bagaimana langkah-langkah mencari penyelesaian SPLDV dengan metode substitusi. Guru memberi contoh SPLDV dalam bentuk dan variabel yang berbeda-beda kemudian menanyakan kepada siswa apakah itu termasuk SPLDV atau bukan beserta alasanya lalu meminta siswa lain untuk menanggapi. Untuk menjelaskan istilah substitusi guru memberikan contoh kata substitusi yang sering digunakan pada pertandingan basket, yaitu substitusi pemain. Lalu siswa diminta untuk menebak arti kata substitusi dari ilustrasi tersebut. Kebanyakan siswa menjawab benar, yaitu mengganti. Guru memberi satu contoh SPLDV kemudian diselesaikan bersama-sama siswa dengan metode substitusi. Dengan melihat satu contoh yang telah diselesaikan, siswa diminta untuk menuliskan langkah-langkah menyelesaikan SPLDV menggunakan metode substitusi dengan kata-katanya sendiri. Banyak pertanyaan muncul dari siswa yaitu tentang kebenaran dari tiap langkah yang mereka susun, namun guru tidak langsung memberi tahu sampai mereka selesai mengerjakanya. Guru meminta siswa untuk menuliskan langkah-langkah yang telah dibuat sendiri dipapan tulis kemudian meminta siswa lain untuk menanggapi. Guru menyempurnakan setiap langkah yang disusun oleh siswa. Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari sebagai jawaban dari rumusan masalah. c. Hasil Observasi Tindakan dan Catatan Lapangan 1) Tindak Mengajar Untuk memotivasi siswa pada awal pembelajaran guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mengingatkan materi sebelumnya. Pada kegiatan inti diawali dengan merumuskan masalah yang akan dipelajari bersama siswa. Setelah itu guru memberikan pertanyaan pancingan agar siswa tergerak untuk melakukan observasi, jika murid merasa kesulitan maka guru memberikan kesempatan bertanya dalam rangka pengumpulan data. Tidak lupa guru selalu mengarahkan siswa untuk mencari referensi dari buku atau sumber lain. Siswa juga diberi kesempatam untuk menganalisis dan mengajukan hipotesisnya didepan kelas, kemudian mempersilahkan siswa lain untuk menanggapi. Diakhir pembelajaran guru memberikan post test untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran. Dalam catatan lapangan disebutkan bahwa ketika pembelajaran siswa kurang terkontrol, guru kurang tegas terhadap murid yang tidak mau mengerjakan di depan dan siswa cukup antusias dalam mengikuti pelajaran. 2) Tindak Belajar Pada putaran pertama ini, siswa yang menjawab pertanyaan sebanyak 13 siswa, yaitu tempat duduk nomor A6, B1, B2, C2, B7, C3, C8, D10, C1, B6, B8, C4, dan B5. Siswa yang mengajukan pertanyaan atau tanggapan sebanyak delapan orang, yaitu tempat duduk nomor B1, B2, B6, C2, A5, C6, B3, dan C7. Pertanyaan mereka seputar alasan mengapa persamaan tersebut merupakan SPLDV padahal bentuknya tidak seperti bentuk umum SPLDV serta kebanyakan mereka menanyakan langkah-langkah penyelesaian SPLDV yang belum paham. Siswa yang berani maju ke depan sebanyak 10 siswa, yaitu bangku nomor C8, C1, C3, B8, C6, B6, C2, B4, A6, dan C7. mereka maju secara sukarela tidak dengan ditunjuk. Mereka maju ketika diminta untuk menuliskan pekerjaanya dalam menyususn langkah-langkah penyelesaian SPLDV dengan substitusi. Siswa yang tidak mengerjakan soal latihan sebanyak 10 siswa, yaitu bangku nomor D6, D9, D10, C9, C10, B9, B10, A9, A10, dan A7 sehingga siswa yang mengerjakan soal sebanyak 28 siswa. Selain dari hasil observasi, dalam catatan lapangan menyebutkan bahwa siswa yang aktif hanya siswa tertentu saja namun sudah mengalami peningkatan dibandingkan tindakan I, ada siswa yang diminta untuk maju tetapi tidak mau dan ketika salah satu siswa maju ke depan yang dibelakang kurang diperhatikan. d. Refleksi Putaran II Pada putaran II ini, semua komponen tindak mengajar telah dilakukan, akan tetapi dalam pelaksanaanya masih ada yang belum optimal. Misalnya, guru kurang mengarahkan siswa untuk mencari referensi dari buku atau sumber lain. Dalam refleksi ini guru matematika memberi masukan agar siswa yang ditunjuk untuk maju tetapi tidak mau diajari secara private kemudian hasilnya diminta untuk menuliskan ke depan. e. Evaluasi Pada putaran II ini terjadi peningkatan pada keaktivan siswa secara keseluruhan, siswa yang pada tindakan I tidak aktif pada tindakan II mulai aktif walaupun hanya sebatas menjawab pertanyaan. Siswa yang bertanya sebanyak 8 orang (21.05%), yang menjawab pertanyaan sebanyak 13 orang (34.21%), yang berani maju ke depan sebanyak 10 orang (26.31%), dan yang mengerjakan soal sebanyak 28 orang (73.68%). Siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 18 orang (47.36%). Tindak mengajar yang dilakukan juga mengalami peningkatan, pada tindakan I guru tidak menyimpulkan materi diakhir pembelajaran namun pada tindakan II guru menyimpulkan meteri bersama-sama dengan siswa. Guru sudah mengarahkan siswa untuk mencari informasi dari buku atau sumber lain walaupun dalam pelaksanaanya dinilai kurang optimal. Siswa sudah mulai terbiasa dengan metode yang digunakan. 3. Tindakan Putaran III a. Perencanaan tindakan III Pembelajaran dilaksanakan dengan pedoman Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) semula, namun terdapat beberapa tambahan strategi untuk mengaktifkan siswa berdasarkan refleksi yang telah dilakukan sebelumnya. Indikator pembelajaranya yaitu menyelesaikan SPLDV dengan metode eliminasi. b. Pelaksanaan Tindakan III Pada putaran ini peneliti bertindak sebagai guru yang melaksanakan tindakan dan guru matematika serta satu rekan sesama peneliti sebagai observer, sedangkan penerima tindakan adalah siswa kelas VIIIC sebanyak 38. Masing-masing observer mengamati jalannya pelaksanaan tindakan I dengan berpedoman pada lembar observasi dan catatan lapangan yang telah tersedia. Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan proses refleksi dan evaluasi. Putaran III dilaksanakan pada hari Rabu, 14 November 2007 yang berlangsung selama 90 menit mulai jam 12.00 – 13.30 WIB. Siswa yang mengikuti pelajaran sebanyak 38 anak, satu anak tidak hadir karena sakit. Pada putaran III ini indikator pembelajaranya yaitu menyelesaikan SPLDV dengan metode eliminasi. Untuk meningkatkan keaktivan siswa dilakukan dengan cara memancing siswa untuk menemukan langkah-langkah penyelesaian SPLDV menggunakan metode eliminasi dengan kata-katanya sendiri. Pada awal pembelajaran, guru bersama siswa merumuskan masalah yang akan dipecahkan, yaitu bagaimana langkah-langkah mencari penyelesaian SPLDV dengan metode eliminasi. Untuk menjelaskan istilah eliminasi guru memberikan contoh kata eliminasi yang sering digunakan pada sebuah audisi misalnya PILDACIL. Lalu siswa diminta untuk menebak arti kata eliminasi dari ilustrasi tersebut. Jawaban siswa bermacam-macam, ada yang mernjawab dikeluarkan, disingkirkan, dihilangkan dan lain-lain, guru kemudian menjelaskan istilah yang paling tepat dalam hal ini adalah dihilangkan. Guru memberi satu contoh SPLDV kemudian diselesaikan bersama-sama siswa dengan metode eliminasi. Dengan melihat satu contoh yang telah diselesaikan, siswa diminta untuk menuliskan langkah-langkah menyelesaikan SPLDV menggunakan metode eliminasi dengan kata-katanya sendiri. Banyak pertanyaan muncul dari siswa yaitu tentang kebenaran dari tiap langkah yang mereka susun, namun guru tidak langsung memberitahu sampai mereka selesai mengerjakanya. Guru meminta siswa untuk menuliskan langkah-langkah yang telah dibuat sendiri dipapan tulis kemudian meminta siswa lain untuk menanggapi. Guru menyempurnakan setiap langkah yang disusun oleh siswa kemudian bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari sebagai jawaban dari rumusan masalah. c. Hasil Observasi Tindakan dan Catatan Lapangan 1) Tindak Mengajar Untuk memotivasi siswa pada awal pembelajaran guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mengingatkan materi sebelumnya. Pada kegiatan inti diawali dengan merumuskan masalah yang akan dipelajari bersama siswa. Setelah itu guru memberikan pertanyaan pancingan agar siswa tergerak untuk melakukan observasi. Guru tidak lupa untuk mengarahkan siswa agar mencari referensi dari buku atau sumber lain, jika murid merasa kesulitan maka guru memberikan kesempatan bertanya dalam rangka pengumpulan data. Siswa juga diberi kesempatan untuk menganalisis dan mengajukan hipotesisnya didepan kelas, kemudian mempersilahkan siswa lain untuk menanggapi. Siswa mendata fakta-fakta yang didapat dari hasil pembelajaran kemudian siswa diminta untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Diakhir pembelajaran guru memberikan post test untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran. Dalam catatan lapangan disebutkan bahwa guru terlalu cepat dalam menjelaskan materi dan kelas sudah bisa dikondisikan. 2) Tindak Belajar Pada putaran pertama ini, siswa yang menjawab pertanyaan sebanyak 24 siswa, yaitu tempat duduk nomor A6, B1, B2, C2, B7, C3, C8, D10, C1, B6, B8, C4, B5, D8, D7, D5, A3, A5, A10, A8, C7, D9, A4, dan B10. Siswa yang mengajukan pertanyaan atau tanggapan sebanyak delapan orang, yaitu tempat duduk nomor B1, B2, B6, C2, A5, C6, B3, dan C7. Kebanyakan mereka menanyakan langkah-langkah penyelesaian SPLDV yang belum paham. Siswa yang berani maju ke depan sebanyak 15 siswa, yaitu bangku nomor C8, C1, C3, B8, C6, B6, C2, C4, A9, A5, A8, D10, B3, B5, dan A6. mereka maju secara sukarela tidak dengan ditunjuk. Mereka maju ketika diminta untuk menuliskan pekerjaanya dalam menyususn langkah-langkah penyelesaian SPLDV dengan eliminasi. Siswa yang tidak mengerjakan soal latihan sebanyak 2 siswa, yaitu bangku nomor D6 dan A9 sehingga siswa yang mengerjakan soal sebanyak 38 siswa. Selain dari hasil observasi, dalam catatan lapangan menyebutkan bahwa siswa lebih banyak yang aktif dan siswa lebih antusias ketika diberi kesempatan untuk maju. Siswa yang pada putaran II tidak mau maju, pada putaran III sudah bersedia untuk maju. d. Refleksi Putaran III pada putaran III ini, semua komponen tindak mengajar telah dilakukan dengan baik, sehingga pembelajaran yang dilakukan sudah menerapkan teknik inquiry secara optimal. e. Evaluasi Setelah dilakukan tindakan yang ketiga ini peningkatan keaktivan yang terjadi pada siswa cukup memuaskan. Data keaktivan yang diperoleh yaitu, siswa yang bertanya sebanyak 14 anak (36.84%), yang menjawab pertanyaan sebanyak 24 anak (63.15%), yang berani maju sebanyak 15 anak (39.47%) dan yang mengerjakan soal sebanyak 36 anak (94.73%). Siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 28 orang (73.68%). Tindak mengajar yang dilakukan juga mengalami peningkatan, hal tersebut dapat dilihat dari hasil observasi dan catatan lapangan yang menunjukan bahwa semua komponen dalam inquiry sudah dilakukan dengan baik serta siswa terlihat lebih antusias dalam mengikuti pelajaran. D. Diskripsi Data Penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti bekerjasama dengan guru Matematika dan Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 1 Surakarta adalah upaya peningkatan keaktivan siswa melalui penerapan pendekatan Improving Learning dengan teknik inquiry. Berdasarkan hasil pengamatan guru selama ini, keaktivan siswa dalam pembelajaran matematika kurang, sehingga berpengaruh pula pada minimnya hasil belajar siswa. Oleh karena itu peneliti telah melakukan beberapa tindakan dalam rangka upaya peningkatan keaktivan siswa. Berikut ini adalah diskripsi data penelitian yang telah dilaksanakan pada siswa kelas VIIIC SMP Muhammadiyah 1 Surakarta. 1 Diskripsi data peningkatan keaktivan siswa dalam pembelajaran matematika melalui implementasi Improving Learning dengan teknik inquiry. Tujuan utama penelitian tindakan kelas ini adalah menigkatkan keaktivan siswa. Hasil observasi pendahuluan yang letah dilakukan peneliti menyimpulkan bahwa sebagian besar siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran. Indikator yang digunakan oleh peneliti untuk meningkatkan keaktivan siswa antara lain : keberanian siswa untuk bertanya, keberanian siswa menjawab pertanyaan, keberanian siswa untuk maju ke depan serta keaktivan siswa mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Terkait dengan keaktifan siswa, peneliti telah melakukan observasi sebelum penelitian dilaksanakan. Hasil penelitian tersebut berupa data, yaitu siswa yang mengajukan pertanyaan sebanyak 1 orang (2.63%), yang menjawab pertanyaan 10 orang (26.31%) , yang berani maju ke depan 4 orang (10.52%) dan yang mengerjakan soal ada 20 orang (52.63%). Dari tindakan I, II dan III diperoleh data keaktivan bertanya, menjawab pertanyaan, maju ke depan dan mengerjakan latihan soal serta siswa yang mencapai ketuntasan dalam belajar. Selain itu juga diperoleh data tindak mengajar yang telah dilakukan oleh guru selama pelaksanaan tindakan. Pada putaran I siswa yang aktif bertanya sebanyak 5 orang (12.82%), pada putaran II sebanyak 8 orang (21.05%) dan pada putaran III sebanyak 14 anak (36.84%). Pada putaran I siswa yang aktif menjawab pertanyaan sebanyak 10 orang (25.64%), pada putaran II sebanyak 13 orang (34.21%), dan pada putaran III sebanyak 24 orang (63.15%). Pada putaran I siswa yang berani maju ke depan sebanyak 8 orang (20.51%), pada putaran II sebanyak 10 orang (26.31%), dan pada putaran III sebanyak 15 orang (39.47%). Pada putaran I siswa yang aktif mengerjakan soal sebanyak 22 orang (56.41%), pada putaran II sebanyak 28 orang (73.68%) dan pada putaran III sebanyak 36 anak (94.73%). Hasil penelitian mengenai peningkatan keaktivan siswa mulai dari putaran pertama sampai putaran ketiga dapat dilihat pada tabel dan grafik dibawah ini : Tabel 4.1 peningkatan keaktivan siswa Bertanya Menjawab pertanyaan Maju Mengerjakan soal Tindakan I 5 10 8 22 Tindakan II 8 13 10 28 Tindakan III 14 24 15 36 Grafik 4.1 peningkatan keaktivan siswa 2 Deskripsi data peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui penerapan Improving Learning dengan teknik inquiry Tujuan dari penelitian ini selain untuk meningkatkan keaktivan siswa juga ingin mengetahui apakah peran aktif siswa dapat meningkatkan hasil belajar setelah menerapkan Improving Learning dengan teknik inquiry. Indikator yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa adalah hasil pengerjaan latihan mandiri atau post test yang diberikan pada bagian akhir pembelajaran. Soal yang diberikan kepada siswa terlebih dulu dikonsultasikan dengan guru matematika. Hal ini dimaksudkan agar validitas soal terjamin (validitas konten / validitas isi). Siswa dikatakan tuntas jika mencapai skor lebih dari atau sama dengan 60 dari seluruh soal yang diberikan. Dari penelitian tindakan kelas putaran I, putaran II dan putaran III diperoleh data peningkatan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal secara tuntas, pada putaran I adalah 11 anak (28.20%), putaran II adalah 18 anak (47.36%), dan putaran III adalah 28 anak (73.68%). Hasil penelitian mengenai peningkatan. Hasil belajar mulai dari putaran pertama sampai putaran ketiga dapat dilihat pada tabel dan grafik dibawah ini: Tabel 4.2 peningkatan hasil belajar siswa Siswa yang mencapai ketuntasan belajar Tindakan I 11 Tindakan II 18 Tindakan III 28 Grafik 4.2 peningkatan hasil belajar E. Pembahasan Pembahasan berisi tentang uraian dan penjelasan mengenai hasil tindakan kelas. Hal-hal yang dibahas dalam pembahasan adalah sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dan hipotesis tindakan. Permasalahan I : Apakah implementasi Improving Learning dengan teknik inquiry dapat meningkatkan keaktivan siswa dalam pembelajaran matematika ? Tindakan yang dilakukan guru matematika adalah mendorong siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Pendekatan improving learning dengan teknik inquiry merupakan salah satu srategi untuk meningkatkan keaktivan siswa. Dengan teknik inquiry diharapkan siswa dapat berpikrir kritis, sehingga dapat dituangkan dalam proses pembelajaran melalui keaktivan bertanya, menjawab pertanyaan, mengerjakan didepan dan mengerjakan soal latihan. Pada saat observasi awal, siswa yang berani bertanya hanya satu orang. Pada tindakan pertama siswa yang berani bertanya sebanyak 10 siswa. Selanjutnya pada tindakan kedua siswa yang bertanya meningkat menjadi 13 siswa. Pada tindakan terakhir siswa yang berani bertanya ada 14 siswa. Ditemukan juga adanya peningkatan siswa yang berani untuk menjawab dan mengungkapkan tanggapan atas pertanyaan yang diberikan baik dari guru ataupun dari siswa lain. Pada saat observasi awal kebanyakan siswa menjawab secara bersama-sama. Jika diberi pertanyaan oleh guru, tidak ada siswa yang berani menjawab atau mengungkapkan pendapatnya. Siswa yang menjawab saat observasi awal ini sebanyak 10 orang, mereka menjawab jika ditunjuk oleh guru. Tetapi pada tindakan pertama ada 5 siswa yang berani menjawab dan mengungkapkan pendapat secara sukarela tanpa ditunjuk oleh guru. Sedangkan pada tindakan kedua ada 8 siswa dan siswa yang berani mengutarakan jawaban dan pendapat pada tindakan ketiga sebanyak 24 orang. Ditemukan juga adanya peningkatan siswa yang berani maju ke depan untuk mengerjakan soal. Pada saat observasi awal kebanyakan siswa yang maju ke depan karena ditunjuk oleh guru. Siswa yang berani maju ke depan saat observasi awal ini sebanyak 4 orang, baik ditunjuk oleh guru ataupun atas keinginanya sendiri. Tetapi pada tindakan pertama ada 8 siswa yang berani maju ke depan untuk mengerjakan soal secara sukarela tanpa ditunjuk oleh guru. Sedangkan pada tindakan kedua ada 10 siswa dan pada tindakan ketiga sebanyak 15 siswa. Selain bertanya, menjawab pertanyaan serta keberanian maju ke depan, indikator dari keaktivan siswa juga dilihat dari mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan di kelas. Saat tindakan pertama, sebanyak 20 siswa dari 39 siswa yang masuk. Pada tindakan kedua ada 28 siswa dari 38 siswa dan pada tindakan ketiga ada 36 siswa dari 38 siswa. Dilihat dari deskripsi data yang telah dipaparkan sebelumnya, tindak mengajar yang dilakukan oleh guru selama pelaksanaan menunjukan bahwa guru telah melaksanakan pembelajaran secara inquiry sehingga keaktivan siswa dalam hal bertanya, menjawab pertanyaan, maju ke depan dan mengerjakan soal menunjukan adanya peningkatan. Permasalahan II : Apakah peran aktif siswa dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika? Tindakan kelas yang dilakukan selama penelitian adalah memahamkan siswa mengenai materi yang diajarkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa agar mampu belajar dengan aktif dan memahami pelajaran matematika secara mandiri. Selain peningkatan keaktivan siswa, diharapkan setelah tindakan ini prestasi belajar siswa juga akan meningkat sejalan dengan peningkatan keaktivan tersebut. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari kemampuan siswa untuk menyelesaikan latihan soal mandiri atau post test yang diberikan pada akhir pembelajaran. Siswa dikatakan tuntas jika dapat memperoleh nilai 60 dari soal yang dikerjakannya. Pada tindakan pertama siswa yang dikatakan tuntas sebanyak 11 siswa, pada tindakan kedua siswa yang dikatakan tuntas sebanyak 18 siswa dan pada putaran ketiga sebanyak 28 siswa. Dilihat dari deskripsi data yang telah dipaparkan sebelumnya, tindak mengajar yang dilakukan oleh guru selama pelaksanaan menunjukan bahwa guru telah melaksanakan pembelajaran secara inquiry sehingga siswa dapat belajar secara aktif. Keaktivan tersebut secara tidak langsung dapat meningkatkan hasil belajar siswa. BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. KESIMPULAN Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaborasi antara peneliti, guru matematika dan kepala sekolah dapat disimpulkan : 1 Hasil pembelajaran dalam upaya peningkatan keaktivan belajar siswa dapat dilakukan dengan cara perbaikan pembelajaran melalui Implementasi Improving Learning dengan teknik inquiry. Perbaikan tindak mengajar yang dilakukan oleh guru yaitu: a) melibatkan siswa secara aktif, b) membantu, membimbing dan memancing siswa untuk memecahkan masalah, c) mendorong siswa untuk berani bertanya dan mengemukakan ide atau pendapat, d) pembelajaran yang dulunya satu arah menjadi interaksi yang banyak arah, e) guru yang semula cenderung mendominasi pembelajaran berubah menjadi fasilitator, dan f) guru lebih sering memberikan motivasi kepada siswa sehingga siswa mau menunjukan keaktivanya. 2 Hasil tindak belajar yang berkaitan dengan keaktifan belajar siswa meliputi: keaktifan bertanya mengalami peningkatan sebasar 34.21%, keberanian menjawab pertanyaan dari guru mengalami peningkatan sebasar 36.84%, keberanian siswa dalam mengerjakan soal didepan kelas mengalami peningkatan 42.10%, dan keaktivan mengerjakan soal-soal latihan mengalami peningkatan sebasar 36.84%. 3 Hasil belajar siswa yang diperoleh dari pengerjaan latihan mandiri mengalami peningkatan. Hal ini dilihat dari ketuntasan belajar siswa yang mendapat nilai ³ 60. Adapun jumlah siswa yang tuntas belajarnya adalah sebagai berikut: pada tindakan I sebesar 28.20 % tindakan II sebesar 47.36 %, pada tindakan III sebesar 73.68 %. B. IMPLIKASI Kesimpulan butir pertama memberikan implikasi bahwa dalam kegiatan belajar mengajar, guru melakukan perbaikan pada metode mengajar. Guru setiap kali tatap muka memberikan arahan dan bimbingan kepada siswa selama pembelajaran berlangsung. Kesimpulan butir kedua, memberikan implikasi bahwa pelaksanaan teknik inquiry yang mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri jawaban atas pertanyaanya sehingga dapat meningkatkan keaktifan siswa. Kesimpulan butir ketiga, memberikan implikasi bahwa dalam kegiatan belajar mengajar terjadi interaksi antara guru dengan siswa, interaksi tersebut diukur melalui pemberian soal-soal latihan yang dilaksanakan diakhir pertemuan sesudah guru selesai menyampaikan materi ajar. C. SARAN Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut: 1 Terhadap Guru a. Keaktivan siswa dalam pembelajaran matematika sangat penting dalam meningkatkan hasil belajar matematika, sehingga teknik inquiry dapat diterapkan di sekolah. b. Evaluasi kegiatan pembelajaran, hendaknya dapat menjadikan catatan penting bagi guru untuk melakukan perbaikan pembelajaran dalam proses pembelajaran. 2 Terhadap Siswa a. Siswa hendaknya lebih aktif dalam pembelajaran tanpa menghiraukan perasaan malu dan takut, sehingga akan tercipta pembelajaran yang efektif. b. Siswa hendaknya dalam mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan guru dapat terampil dan lebih teliti, karena hal itu mempengaruhi hasil belajarnya sehinggga prestasinya bisa menjadi meningkat. 3 Terhadap Peneliti Selanjutnya Mengingat dalam penelitian ini masih banyak kekurangan maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang serupa dengan penelitian ini namun dalam hal metode dan materi harus berbeda. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta. Sebelas MAret University Press. Eti Rohaeti, Euis. 2004. Pembelajaran Dengan Metode Improve Untuk Meningkatkan Pemahaman Dan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SLTP. http:llpps.upy.edu/org/abstrakthesis/abstrakmat/abstrakmat 04.html. Glover, Derek dan Sue Law. 2005. Improving Learning, Jakarta: Grasindo. Herman, Hudoyo. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya Di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional. http://Upik.jogja.go.id/news (Diakses pada tanggal 21 November 2007) http://www.ayub.net/mjlh-isi.php?news (Diakses pada tanggal 28 Juni 2007) http://id.wikipedia.org/wiki/ (Diakses pada tanggal 28 Juni 2007) http://www.ialf.edu/bipa/jan2003/efektivitaspengajaranmenulis.html (Diakses pada tanggal 21 November 2007) http://www.puskur.net/index.php?menu=profile&pro=113&iduser=5 (Diakses pada tanggal 28 Juni 2007) http://www.duniaguru.com/index.php (Diakses pada tanggal 5 Juli 2007) http://klinikpembelajaran.com//layanan_01.html. (Diakses pada tanggal 5 Juli 2007) http://www.depdiknas.go.id/jurnal%40/pembelajaran%20matematika%menurut%teori%belajar%konstruktivisme.html (Diakses pada tanggal 5 Juli 2007) http://www.isbogor.org/PYP (Diakses pada tanggal 28 Juni 2007) http://pasca.uns.ac.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=81. (Diakses pada tanggal 21 November 2007) Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Jakarta : UI-Press. Moleong, Lexy. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan). Bandung: Remaja Rosdakarya. Subandriyo, B. 2006. Studi Tentang Keefektifan Metode Inkuiri dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau dari Sikap Percaya Diri Siswa. Tesis. Surakarta: UNS. Sularmi. 2006. Perbedaan Pengaruh Metode Inquiry-Discovery Dan Konvensional Terhadap Prestasi Belajar IPA Ditinjau Dari Motivasi Belajar Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri. Tesis. Surakarta: UNS. Susilo. 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta : Pustaka. Sutama. 2000. Peningkatan Efektifitas Pembelajaran Matematika Melalui Pembenahan Gaya Mengajar Guru di SLTP Negeri 18 Surakarta. Tesis. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UMY (tidak dipublikasikan). Tim Pustaka Yustisia. 2007. Panduan Lengkap KTSP. Jakarta: Pustaka Yustisia. Widyastuti, Wahyu. 2003. Eksperimentasi Pengajaran Matematika Dengan Metode Penemuan Melalui Tanya Jawab Pada Pokok Bahasan Teorema Pythagoras ditinjau Dari Aktifitas Belajar. Skripsi. Surakarta: UMS (tidak diterbitkan)

Tidak ada komentar: